Jumat, 07 Oktober 2011

TEKNOLOGI PESAWAT SILUMAN JERMAN PADA PERANG DUNIA II YANG DITIRU OLEH AMERIKA

Jujur saja, waktu pertama melihat foto dari pesawat 'berbentuk ajaib' Horten Ho IX beberapa tahun yang lalu. wow.... satu lagi pesawat Luftwaffe yang hanya eksis di atas kertas". Perkiraan yang salah besar! Karena sebenarnyalah pesawat revolusioner di zamannya ini benar-benar telah dibangun dan diterbangkan oleh Jerman di masa perang! Jelas saja, fakta itu sudah cukup membuat pesawat ini menjadi special !

Para sejarawan masih saling berbeda pendapat akan bagaimana sebutan paling afdol dari pesawat ini, Ada yang menamainya Horten IX, Horten Ho IX, Gotha Go 229, Horten Ho-229. Kalau bagi saya pribadi, pemanggilan Horten IX atau Ho IX lebih condong untuk tipe pengembangannya (glider-glider buatan Horten sebelumnya dinamai Horten I, II, III... dan seterusnya). Versi produksi resminya sendiri (yang dibuat oleh pabrik pesawat Gotha) dinamai Go 229, dan bukannya Ho 229.

Dua bersaudara Walter dan Reimar Horten adalah para pionir dalam pembuatan pesawat bersayap tanpa ekor, dan telah membangun secara berturut-turut pesawat-pesawat 'layar' tanpa mesin berbentuk indah dengan performa menakjubkan pada tahun 1936 s/d 1940, yang diikuti oleh sebuah contoh dengan dilengkapi dua mesin pendorong. Pengalaman mereka dalam membuat pesawat bersayap besar yang dapat terbang adalah sesuatu yang ajaib pada masa itu, dan merupakan satu-satunya di dunia.

Pada tahun 1943 Walter Horten menyatakan ketertarikannya untuk membangun sebuah pesawat berkecepatan tinggi yang dibuat dari... kayu! Laporan dari perkembangan DFS 194 (kemudian dinamai Messerschmitt Me 163) yang dikepalai Profesor Lippisch makin meyakinkan Walter bahwa bahkan pesawat dari kayu dapat membawa mesin jet atau roket dan kemudian terbang. Pada tahun 1943 dia mengajukan gagasannya kepada Panglima Luftwaffe Reichsmarschall Hermann Göring, dan tanpa banyak cingcong proyek tersebut disetujui.

Prototipe pertama Horten IX V1 dibangun dengan berdasar pada rancangan, kemudian Bersamaan dengan uji terbang dari V1, sebuah prototipe kedua langsung dikembangkan pula. V2 ditenagai oleh dua buah turbojet. Rancangannya merupakan campuran dari berbagai tipe pesawat terdahulu, Mesin yang digunakan adalah BMW 003 dan bukannya Jumo 004 seperti yang direncanakan semula. Roda depannya yang berukuran besar merupakan contekan dari roda ekor pesawat Heinkel He 177, sedangkan peralatan pendarat utamanya "dipinjam" dari Messerschmitt Bf 109 G.
Penerbangan perdana di Oranienburg,2 Februari 1945.
Pilot pengujinya adalah Erwin Ziller.setelah sukses dalam uji coba yg pertama , kemudian , dilakukan uji coba yg ketigakalinya, saat lepas landas mesin sebelah kiri tersebut mati dan,pesawat kehilangan kecepatannya dan tak bisa dikontrol. Erwin Ziller terbunuh ketika pesawat prototipenya menukik menabrak tanah dan hancur lebur.

erwin ziller saat pengujian pertama kali nya pada pesawat horten
proyek tersebut tetap berlanjut dengan segala energi yang tersisa. Komponen prototipe yang masih ada segera dipindahkan ke Gothaer Wagonfabrik (Gotha) yang berada di Friedrichsrode. Pada bulan Maret 1945 proyek difokuskan kepada prototipe ketiga, yang diberi nama Go 229 V3. V3 berukuran lebih besar dibandingkan dengan kedua pendahulunya, dan bentuknya telah lebih disempurnakan lagi di beberapa tempat, yang dimaksudkan untuk menjadi contoh bagi seri pra-produksi pesawat tempur Go 229 A-0 yang telah dipesan oleh Luftwaffe sebanyak 20 buah. V3 ditenagai oleh mesin Jumo 004C, dan dapat membawa dua buah kanon MK108 30mm di pangkal sayapnya.
Spoiler for wahhhhhh parahh:
Tapi semuanya telah terlambat bagi Luftwaffe. Pasukan Amerika menduduki pabrik Gotha pada tanggal 14 April 1945 dan menemukan rezeki nomplok: sebuah prototipe V3 yang 90% selesai dikerjakan dan belum lagi diterbangkan. Empat lagi pesawat lainnya yaitu Go 229 V4, V5, V6 dan V7 hadir juga, dengan beberapa tahap penyelesaian. V4 dan V5 adalah prototipe dengan dua tempat duduk dan direncanakan sebagai versi pesawat tempur malam.

Tentu saja orang-orang Amerika tidak menyia-nyiakan penemuan ini, dan segera menggondol V3 balik ke negaranya. Para ilmuwan disana hanya bisa terbengong-bengong menyaksikan sudah begitu jauhnya kemajuan yang telah dicapai oleh seterunya dari Jerman. Dahsyatnya lagi, V3 masih dapat disaksikan sampai saat ini, tepatnya di NASM's Paul E. Garber Restoration, Preservation & Storage Facility yang berlokasi di Silver Hill, Maryland.


ini adalah pesawat horten yg dirampas amerika dan dikembangkan di negaranya , menjadi B2 bomber.


B-2 imitasi dari horten HO-229


Horten Ho 229 V3 tersimpan di Smithsonian Institution's Garber Restoration Facility

Diagram HORTEN Ho229


Karakteristik umum Horten Ho 229A (V3)
* Crew: 1 Kru: 1
* Length: 7.47 m (24 ft 6 in) Panjang: 7.47 m (24 ft 6 in)
* Wingspan : 16.76 m (55 ft 0 in) Lebar sayap : 16,76 m (55 ft 0 in)
* Height: 2.81 m (9 ft 2 in) Tinggi: 2,81 m (9 ft 2 in)
* Wing area: 50.20 m² (540.35 ft²) Area sayap: 50,20 m² (540,35 ft ²)
* Empty weight : 4,600 kg (10,141 lb) Berat kosong : 4.600 kg (10.141 £)
* Loaded weight: 6,912 kg (15,238 lb) Loaded Berat: 6.912 kg (15.238 £)
* Max takeoff weight : 8,100 kg (17,857 lb) Berat lepas landas maksimum : 8.100 kg (17.857 £)
* Powerplant : 2 × Junkers Jumo 004 B turbojet , 8.7 kN (1,956 lbf) each Powerplant : 2 × Junkers Jumo 004 B turbojet , 8,7 kN (1956 lbf) masing-masing

Performance Kinerja Horten Ho 229A (V3)
* Maximum speed : 977km/h Kecepatan maksimum : 977km / h
* Service ceiling : 16,000 m (52,000 ft) Layanan langit-langit : 16.000 m (52.000 kaki)
* Rate of climb : 22 m/s (4,330 ft/min) Tingkat panjat : 22 m / s (4.330 ft / min)
* Wing loading : 137.7 kg/m² (28.2 lb/ft²) Wing memuat : 137,7 kg / m² (28.2 lb / ft ²)
* Thrust/weight : 0.26 Thrust / berat : 0,26

Persenjataan Horten Ho 229A (V3)
* Guns: 4 × 30 mm MK 108 cannon Senjata: 4 × 30 mm meriam MK 108
* Rockets: R4M rockets Rockets: R4M roket
* Bombs: 2 × 500 kg (1,100 lb) bombs Bom: 2 × 500 kg (1.100 lb) bom




Kamis, 02 Juni 2011

HAHAHAHHAHAHAHHAHHAHHAHAHAHAHAHAHAHA

Dataran Tinggi DIENG JATENG

 1. Kawah SINILA

Sinila terletak di Desa Dieng Wetan. Kawah Sinila pernah meletus pada pagi hari tahun 1979, tepatnya 20 Februari 1979. Gempa yang ditimbulkan membuat warga berlarian ke luar rumah, namun kemudian terperangkap gas yang keluar dari Kawah Timbang akibat terpicu letusan Sinila. Sejumlah warga (149 jiwa) dan ternak tewas keracunan gas karbondioksida yang terlepas dan menyebar ke wilayah pemukiman. 

2. Kawah SILERI
Sileri adalah kawah yang paling aktif dan pernah meletus beberapa kali (catatan yang ada 1944, 1964, 1984, dan Juli 2003). Pada aktivitas freatik terakhir (26 September 2009) muncul tiga katup kawah yang baru disertai dengan pancaran material setinggi 200 meter.

3. Kawah SIGIDANG


Kawah Sikidang adalah kawah di DTD yang paling populer dikunjungi wisatawan karena paling mudah dicapai. Kawah ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Karena seringnya berpindah-pindah seperti rusa/ kidang, maka orang2 sekitar menyebutnya kawah sikidang (anak Kijang)


Dieng adalah dataran tinggi di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Dieng adalah wilayah vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa. Kawah-kawah kepundan banyak dijumpai di sana. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000m di atas permukaan laut. Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin, berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara kadang-kadang dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas (“embun racun”) karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Secara administrasi, Dieng mencakup Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Hingga tahun 1990-an wilayah ini tidak terjangkau listrik dan merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah. 

=Geografis

Dataran Tinggi Dieng merupakan dataran tinggi yang tertinggi kedua didunia setelah Tibet / Nepal, dan yang terluas di Pulau Jawa.
Dieng terletak pada posisi geografis 7’ 12’ Lintang Selatan dan 109 ‘ 54’ Bujur Timur, berada pada ketinggian 6.802 kaki atau 2.093 m dpl.
Secara administratif, Dieng mencakup Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Dan Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Hingga tahun 1990-an wilayah ini tidak terjangkau listrik dan merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah.
Letaknya yang juga berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dieng adalah wilayah vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa. Kawah-kawah kepundan banyak dijumpai di sana. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000m di atas permukaan laut.
Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin, berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas (“embun racun”) karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Kawasan Dataran Tinggi Dieng merupakan sebuah kompleks gunung berapi dengan kerucut-kerucutnya terdiri dari :
Bisma, Seroja, Binem, Pangonan Merdada, Pagerkandang, Telogo Dringo, Pakuwaja, Kendil Sikuunir dan Prambanan.
Lapangan fumarola terdiri atas Kawah Sikidang, kawah Kumbang, kawah Sibanteng, Kawah Upas, Telogo Terus, Kawah Pagerkandang, Kawah Sipandu, Kawah Siglagah dan Kawah Sileri.


=Etimologi

Nama Dieng berasal dari gabungan dua kata Bahasa Kawi: “di” yang berarti “tempat” atau “gunung” dan “Hyang” yang bermakna (Dewa).
Dengan demikian, Dieng berarti daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Nama Dieng berasal dari bahasa Sunda karena diperkirakan pada masa pra-Medang sekitar tahun 600 Masehi, daerah itu berada dalam pengaruh politik Kerajaan Galuh.
‘Surga Dieng’ yang pada masa kerajaan Chandra Gupta Sidhapala, oleh umat Hindu, diyakini sebagai poros dunia. Ketika itu, Sang Hyang Jagadnata memindahkan ‘gunung kosmik’ Meru dari India ke Gunung Dieng. Sebagai ibukota kerajaan, ketika itu, Dieng (surga para hyang) tidak hanya menjadi pusat pemerintahan, tapi juga pusat spiritualitas dan peradaban.
Dulu diperkirakan ada 200 candi di seputar Dieng. Tapi karena bencana alam tinggal 8 yang tersisa. Candi-candi ini didirikan oleh Kerajaan Kalingga dari dinasti Sanjaya. Dalam kitab Raja Sanjaya ada disebut-sebut kata ‘Dieng’ yang dikatakan merupakan tempat paling baik untuk memuja Dewa Siwa. Jadi candi-candi itu dibuat untuk memuja Dewa Siwa. Siwa adalah dewa perusak. Dipuja agar ia tidak merusak kehidupan manusia.
Ditengah-tengah dataran tinggi Dieng dahulu terdapat tempat pemujaan dan asrama pendidikan Hindu tertua di Indonesia.
Sebagai bangunan suci tersebut sampai sekarang dapat kita saksikan dengan adanya candi beserta puing-puing bekas Vihara.
 
=Geologi

Dataran Tinggi Dieng merupakan sebuah plateu yang terjadi karena letusan dasyat sebuah gunung berapi. Dengan demikian kondisi geologisnya samapai sekarang masih relative labil bahkan sering terjadi gerakan-geraka tanah.
Beberapa bukti menunjukan hal tsb adalah, peristiwa hilangnya Desa Legetang, terpotongnya jalan antara Banjarnegara Karangkobar dan Sukoharjo Ngadirejo maupun retakan-retakan tanah yang mengeluarkan gas beracun seperti peristiwa Sinila.
Dataran tinggi Dieng (DTD) adalah dataran dengan aktivitas vulkanik di bawah permukaannya, seperti Yellowstone ataupun Dataran Tinggi Tengger. Sesungguhnya ia adalah kaldera dengan gunung-gunung di sekitarnya sebagai tepinya. Terdapat banyak kawah sebagai tempat keluarnya gas, uap air dan berbagai material vulkanik lainnya.
Keadaan ini sangat berbahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah itu, terbukti dengan adanya bencana letusan gas Kawah Sinila 1979.
Tidak hanya gas beracun, tetapi juga dapat dimungkinkan terjadi gempa bumi, letusan lumpur, tanah longsor dan banjir.
Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan. Secara biologi,
aktivitas vulkanik di Dieng menarik karena ditemukan di air-air panas di dekat kawah beberapa spesies bakteri termofilik (“suka panas”) yang dapat dipakai untuk menyingkap kehidupan awal di bumi.
 
=Hidrologi

Di Kawasan Dataran Tinggi Dieng terdapat sumber mata air yang merupakan hulu dari Kali Serayu dengan sumber dari Bisma Lukar yang merupakan hulu dari kali Tulis dgn sumber air dati kaki Gunung Perahu.
Sumber-sumber air di Kawasan Dataran Tinggi Dieng banyak dimanfaatkan oleh penduduk sekitar kawasan utuk pengairan areal pertanian.

=Manusia dan Alam

Sumber Daya Manusia (penduduk) di Kawasan Dataran Tinggi Dieng berjurnlah 1.562.004 orang yang menempati areal kawasan seluas ± 1027.21 KM.
Sebagian besar penduduk Kawasan Dataran Tinggi Dieng terdiri dari Suku lawa Pegunungan, yang pada umumnya merupakan memeluk agarna Islam yang patuh dan taat. Meskipun demikian, mereka tidak menutup diri terhadap pengaruh modernisasi dalam kehidupan sehari hari,
hanya mereka masih segan untuk melepaskan cara hidup tradisional seperti dalam acara adat Perkimpoian dan Khitanan.
Sedang letak astronomis ada pada sekitar 7,20Âş Lintang Selatan dan 109,92 Âş Bujur Timur dan pada ketinggian ketinggian ± 2.095m dpa.
Mungkin kalau pada Google Earth bisa dimasukkan Latitude: -7,20 dan Longitude: +109,92.
Sebagian besar pendudluk Kawasan Dataran Tinggi Dieng hidup dari hasil pertaniannya. Namun demikian karena pesatnya kemajuan dalam perekonomian sekarang ini, maka sebagian dari mereka sudah mengalihkan mata pencaharian ke bidang lain seperti bidang
perdagangan atau kepegawaian sebagai karyawan di Kantor kantor Pernerintahan. Dengan meningkatnya tingkat kunjungan wisatawan domestik dan wisatawan asing di Kawasan Dataran Tinggi Dieng,
maka pada umumnya penduduk di sekitar daerah wisata ini mendapat keuntungan / penghasilan tambahan dari hasil pertanian ataupun bekerja pada perusahaan perusahaan yang melayani kepentingan wisatawan tersebut, seperti misalnya bekerja di hotel hotel, restoran dan lain-lain.



 
Kompleks pegunungan di Provinsi Jawa Tengah bagian tengah; berjajar di sebelah utara Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Meliputi: G. Sumbing (3.371 m), G. Sundoro (3.151 m), G. Perahu (2.565 m), G. Bismo (2.365 m) dan 0. Rogojembangan (2.177 m). Nama Dieng berasal dan dihyang, ialah kayangan. Di atas dataran Dieng masih ada beberapa candi sederhana. Dahulu merupakan tempat ziarah raja-raja di Jawa Tengah yang benagama Hindu; dan daerah Bawang di Pekalongan ada tangga ke Dieng. Seluruh kompleks Pegunungan Dieng telah berkembang men] adi daerah pariwisata: plato Dieng, di sebelah selatan G. Perahu di kawasan Kabupaten Wonosobo dan Desa Bandongan di kaki 0. Sumbing di kawasan Kabupaten Magelang. Selain menyajikan keindahan alam yang khas, Dieng juga menyimpan peninggalan-peninggalan sejarah; gejala-gejala postvulkanisme mengundang hasrat peneliti sejarah untuk menggali tabir sejarah masa lampau, sedangkan ahli-ahli geologi dapat mengadakan penelitian dan dapat mengintroduksi teknik mutakhir untuk memanfaatkan sumber daya yang terdapat di sana. Fasilitas angkutan melalui Wonosobo ke dan dan Dieng lancar. Plato Dieng rata-rata berketinggian 2.050 m di permukaan laut dikelilingi bukit-bukit; suhu rata-rata berkisar antara 13° s/d 17°C. Ada 4 telaga/danau vulkanik yaitu Telaga Warna, Telaga Pangilon, Sitenus, dan Balekambang. Gejala-gejala postvulkanisme (adanya solfatar, mofet, fumarola) dapat dilihat di kawah si Kidang, Si Len dan Condrodimuko. Sumber geotermal (panas bumi) Dieng telah dibor pada pertengahan 1972 pada kedalaman 183 m; suhu yang tercatat lebih dan 100°; ditaksir bertekanan 2 atmosfer; diperkirakan akan mendatangkan tenaga listnik tidak kurang dan 10 MW. 1928, ahli-ahli Belanda telah melakukan pemboran percobaan di tempat yang sama pada kedalaman 100 m, suhu tercatat 100°C. Peninggalan-peninggalan sejarah berbentuk candi-candi berjumlah 7 buah, diberi nama wayang. Hasil pertanian: kubis, kacang babi, tembakau, kentang, gandum, feldrum (tanaman bahan baku obat nyamuk), dan jamur merang.

Secara administratif dataran tinggi Dieng (Dieng Plateau) dengan ketinggian kurang lebih 2088 m DPL dengan suhu rata-rata 13-17 C, berada di lokasi wilayah kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah. Dataran tinggi Dieng merupakan dataran yang terbentuk oleh kawah gunung berapi yang telah mati. Bentuk kawah jelas terlihat dari dataran yang terletak di tengah dengan dikelilingi oleh bukit-bukit. Sebelum menjadi dataran, area ini merupakan danau besar yang kini tinggal bekas-bekasnya berupa telaga. Bekas-bekas kawah pada saat ini, kadang-kadang masih menampakan aktivitas vulkanik, misalnya pada kawah Sikidang. Disamping itu juga aktivitas vulkanik, yang berupa gas / uap panas bumi dan dialirkan melalui pipa dengan diameter yang cukup besar, dan dipasang di permukaan tanah untuk menuju ke lokasi tertentu yang berada cukup jauh dari lokasi pemukiman penduduk dan  dimanfaatkan untuk Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi. Dengan kondisi topografi, pemandangan alam yang indah dan situs-situs peninggalan purbakala yang berupa candi, sehingga dataran tinggi Dieng mempunyai potensi sebagai tempat rekreasi dan sekaligus obyek peninggalan sejarah  yang menarik.
Dataran tinggi Dieng dianggap merupakan suatu  tempat yang memiliki kekuatan misterius sebagai tempat bersemayamnya arwah para leluhur, sehingga tempat ini dianggap  suci. Dieng berasal dari kata Dihyang yang artinya tempat arwah para leluhur. Terdapat beberapa komplek candi di daerah ini, komplek Candi Dieng dibangun pada masa agama Hindu, dengan peninggalan Arca Dewa Siwa,Wisnu, Agastya, Ganesha dan lain-lainya bercirikan Agama Hindu. Candi-candi yang berada di dataran tinggi Dieng diberi nama yang berkaitan dengan cerita atau tokoh-tokoh wayang Purwa dalam lokan Mahabarata, misalnya candi Arjuna, candi Gatotkaca, candi Dwarawati, candi Bima, candi Semar, candi Sembadra, candi Srikandi dan candi Puntadewa. Nama candi tersebut tidak ada kaitannya dengan fungsi bangunan dan diperkirakan nama candi tersebut diberikan setelah bangunan candi tersebut ditinggalkan atau tidak digunakan lagi. Tokoh siapa yang membangun candi tersebut belum bisa dipastikan, dikarenakan  informasi yang terdapat di 12 prasasti batu tidak ada satupun yang menyebutkan siapa tokoh yang membangun.
Dari prasasti batu yang ditemukan, menyebutkan angka tahun 731 saka (809 Masehi) dan 1210 Masehi, dari informasi ini dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa tempat suci Agama Hindu digunakan kurang lebih 4 abad. Dari sisi arsitektur candi-candi di komplek agak berbeda dibandingkan dengan candi-candi umumnya di Pulau Jawa, terutama candi Bima. Bentuk bagian atas candi Bima merupakan perpaduan gaya arsitektur India Utara dan India Selatan. Gaya arsitek India Utara nampak pada bagian atas yang disebut dengan Sikhara, sedangkan arsitektur India Selatan terlihat adanya hiasan Kudu yaitu hiasan kepala-kepala dewa yang seolah melongok keluar dari bilik jendela.

Telaga Warna - Telaga ini dipanggil Telaga Warna kerana air di telaga ini kerap memantulkan warna warni yang disebabkan oleh kandungan belerang yang terdapat didalamnya.Kadang-kadang berwarna hijau dan kuning, biru dan kuning, atau berwarna-warni mirip pelangi. Variasi warna ini dipengaruhi cuaca, waktu dan tempat melihatnya. Kami cuma dapat menikmatinya dr puncak bukit. Waktu yang agak terbatas menghampiri solat Jumaat tidak memungkin kami memasuki kedalamnya. arr...terasa rugi pula.


PANCASILA

NAMA PANCASILA
Bagi bangsa Indonesia istilah Pancasila telah lama dikenal, yaitu sejak masuknya Agama Budha ke Indonesia. Karena di kalangan pemeluk Agama Budha dikenal adanya pembagian golongan dari para pengikutnya, yaitu:
  1. Golongan kaum preman, yaitu mereka yang biasa disebut Upasaka bagi pemeluk laki-laki dan Upasika bagi pemeluk wanita
  2. Golongan kaum pendeta, yaitu mereka yang ahli di bidang agama Budha dan disebut Bhiksu bagi pendeta laki-laki dan Bhiksuni bagi pendeta wanita.
Bagi kaum preman, dikenakan aturan tingkah laku yang sering dinamakan larangan yang jumlahnya ada lima dan dinamakan Pancasila yaitu:
  1. Menghindari Pembunuhan
  2. Menghindari Pencurian
  3. Menghindari Perzinahan
  4. Menghindari Kebohongan
  5. Menghindari makan dan minum yang memabukkan
Sedangkan bagi para pendeta, disamping terkena lima larangan yang disebut Pancasila, ditambah dengan lima larangan lagi, sehingga jumlahnya menjadi sepuluh dan dinamakan Dasasila. Adapun lima tambahan larangan bagi para pendeta tersebut ialah:
  1. Menghindari makanan yang berlebihan
  2. Menghindari hidup mewah
  3. Menghindari pakaian yang bagus-bagus, perhisan dan memakai wangi-wangian
  4. Menghindari tidur di tempat yang enak dan mewah
  5. Menghindari menerima uang atau memiliki perhiasan
Pancasila ciptaan Sang Budha Gautama ini karena dianggap sangat baik, pernah dipakai sebagai tuntunan akhlak (code of morality) bagi rakyat dari Kerajaan Asoka di India.
Dengan masuknya Agama Budha ke Indonesia, maka Pancasila inipun dikenal oleh rakyat Indonesia, bahkan Prabu Hayam Wuruk dari Majapahit masih melaksanakan Pancasila dengan patuh. Tetapi kemudian Pancasila ini lenyap dan tidak terdengar lagi. Kemungkinan yang menjadi salah satu penyebabnya adalah masuknya Agama Islam di Indonesia. Namun sisa-sisanya masih dapat ditemui dikalangan masyarakat suku Jawa yang dikenal dengan adanya lima larangan atau MO LIMO, yaitu:
  1. Dilarang membunuh (Mateni)
  2. Dialarang mencuri (Maling)
  3. Dilarang berjudi (Main)
  4. Dilarang minum yang memabukkan atau madat (minum/nyeret)
  5. Dilarang main perempuan (Madon)
Menurut penelitian Prof. A.G. Pringgodigdo menyatakan bahwa pada tanggal 1 Juni bukan hari lahirnya Pancasila melainkan hari lahirnya istilah Pancasila. Pernyataan Prof. A.G. Pringgodigdo ini dinyatakan pada ceramah beliau berjudul “Sekitar Pancasila” pada tahun 1970, setelah tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila selama 20 tahun. Sedangkan Pancasila itu sendiri menurut Prof. Pringgodigdo lahirnya bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia
SEJARAH TERJADINYA PANCASILA
Apabila kita membicarakan sejarah terjadinya Pancasila sebagai dasar falsafah negara, kita tidak lepas daripada sejarah berdirinya NKRI yang dimulai pada waktu Pendudukan Jepang. Pada tanggal 9 Maret 1942, bala tentara Jepang menaklukan sekutu termasuk Belanda dan mendarat di Indonesia. Kedatangan Jepang ini disambut baik oleh Rakyat Indonesia yang telah lama ingin bebas dari penjajahan Belanda, karena Jepang pandai mengambil hati rakyat dengan menyatakan bahwa Jepang sebagai saudara tua bangsa Indonesia dengan untuk membebaskan saudara mudanya dari belenggu penjajahan Belanda. Hal ini cukup beralasan, karena pada mulanya Jepang membiarkan rakyat Indonesia mengibarkan Sang Merah Putih, serta boleh menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tetapi dengan semakin kuatnya kedudukan Jepang serta diperolehnya kemenangan Jepang dihampir setiap pertempuran, maka mulailah Jepang menindas rakyat Indonesia. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya undang-undang No. 3 tahun 1942 yang berisi larangan pengibaran Sang Merah Putih dan hanya bendera Jepang saja yang boleh dikibarkan, juga larangan menyanyikan Indonesia Raya.
Pada pertengan tahun 1944, situasi peperangan mulai berubah, karena Jepang mendapat tekanan dan kekalahan di mana-mana dari tentara Sekutu. Maka untuk mengambil hati rakyat Indonesia, Jepang pada tanggal 17 September 1944 menjanjikan kemerdekaan kelak di kemudian hari, dan sebagai realisasinya maka pada tanggal 29 April 1945 yang bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang Tenno Heika, diumumkan tentang terbentuknya suatu badan yang bernama Dokuritsu Zyumbi Tjosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), badan ini beranggotakan 63 orang yang terdiri dari 62 orang Indonesia dan seorang Jepang, yaitu:
  1. Ir. Soekarno
  2. Mr. Moh. Yamin
  3. Dr. R. Koesoemah Atmadja
  4. R. Abdoelrahim Pratikrama
  5. R. Aris
  6. K.H. Dewantara
  7. Ki Bagoes Hadikoesoemo
  8. BPH. Bintoro
  9. AK. Moezakir
  10. BPH. Poeroebojo
  11. RAA. Wiranatakoesoema
  12. RR. Asharsoetedjo Moenandar
  13. Oei Tjang Tjoi
  14. Drs. Moh. Hatta
  15. Oei Tjong Hauw
  16. H. Agoes Salim
  17. M. Soetardjo Karthadikoesoemo
  18. RM. Margono Djojohadikoesoemo
  19. KH. Abdoel Halim
  20. KH. Maskoer
  21. R. Soedirman
  22. Prof. Dr. PAH. Djajadiningrat
  23. Prof. Dr. Soepomo
  24. Prof. Ir. R. Rooseno
  25. Mr. R. Pandji Singgih
  26. Ny. Maria Ulfah Santoso
  27. RMTA. Soerjo
  28. R. Roeslan Wongkoesoemo
  29. Mr. R. Sosanto Tirtoprodjo
  30. Ny. RSS. Soenarjo Mangioenpoespito
  31. Dr. R. Boentaran
  32. Liem Koen Hian
  33. Mr. J. Latuharhary
  34. Mr. R. Hindromartono
  35. R. Soekarjo Wirjopranoto
  36. Hadji A. Sanoesi
  37. AM. Dasaad
  38. Mr. Tan Eng Hoa
  39. IR. MP. R. Soerachman Tjokropranoto
  40. RA. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro
  41. KRM. TH/ Woerjaningrat
  42. Mr. A. Soebardjo
  43. Prof. Dr. Djaenal Asikin Widjajakoesoema
  44. Abikoesno Tjokrosoejoso
  45. Parada Harahap
  46. Mr. RM. Sartono
  47. KHM. Mansoer
  48. Drs. KRMA. Sastrodiningrat
  49. Dr. Soewandi
  50. KHA. Wachid Hasjim
  51. PF. Dahler
  52. Dr. Soekiman
  53. Mr. KRMT. Wongsonegoro
  54. R. Oto Iskandar Dinata
  55. A. Baswedan
  56. Abdul Kadir
  57. Dr. Samsi
  58. Mr. AA. Maramis
  59. Mr. R. Samsudin
  60. Mr. R. Satromoeljono
  61. Dr. KRT Radjiman Wediodiningrat (sebagai ketoea)
  62. RP. Seroso (sebagai kedua moeda)
  63. Itjibangase (Residen Cirebon)
Selama hidupnya badan ini hanya bersidang dua kali masa sidang, yaitu sidang pertama tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945 membicarakan Dasar Negara. Pada masa sidang pertama ini telah berpidato Mr. Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian Prof. Dr. Mr. Soepomo pada tanggal 30 Mei 1945. Kemudian Mr. Muh. Yamin pada tanggal 31 Mei 1945 dan terakhir pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Sebelum sidang kedua, badan ini melalui panitia sembilan telah merumuskan suatu Naskah Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar tanggal 22 Juli 1945 yang kemudian terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter)
Rancangan ini kemudian dengan beberapa perubahan menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang kita kenal sekarang. Pada masa sidang kedua yaitu tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan tanggal 17 Juli 1945, Panitia Perancang Hukum Dasar juga telah berhasil menyusun rancangan Undang-Undang Dasar, yang kemudian menjadi Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang dikenal sekarang.
Yang perlu mendapat perhatian ialah, bahwa pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno (Bung Karno) mengucapkan pidatonya tentang Philosofische Grondslag atau landasan dasar falsafah negara, kemuadian pidato ini terkenal dengan nama “Pidato Lahirnya Pancasila”. Adapun istilah “Lahirnya Pancasila”  ini ditulis oleh Dr. KRT Radjiman Wediodiningrat mantan Ketua BPUPKI sewaktu menulis kata pengantar yang Bertarich Walikukun (Kecamatan sebelah barat kota Madiun) tanggal 1 Juli 1974 bagi penerbitan buku kecil yang memuat pidato tersebut. Adapun dalam kata pengantar tersebut Dr. Radjiman antara lain menulis: “………Lahirnya Panjta Sila” ini adalah sebuah Stenografisch Verslag dari pidato Bung Karno yang diutjapkan dengan tidak tertulis dahulu (Voor de Vuist) dalam sidang jang pertama pada tanggal 1 Djuni 1945 ketika sidang membitjarakan Dasar (Beginsel) Negara kita, sebagai pendjelmaan dari angan-angannya. Sudah barang tentu kalimat-kalimat suatu pidato yang tidak tertulis dahulu, kurang sempurna tersusunnja. Tetapi jang penting ialah ISINJA.
Mulai saat itu setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila sampai dengan tanggal 1 Juni 1968. Kemudian sesudah tanggal 1 Juni 1968 tidak ada lagi peringatan lahirnya Pancasila, bahkan kapan Pancasila dilahirkan dan siapa pencipta atau penggalinya  mulai diperdebatkan sampai terjadi polemik yang hangat.
Untuk jasa “menciptaka” Pancasila itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada tanggal 19 September 1951 telah menganugrahkan gelar DOKTOR HONORIS CAUSA dalam bidang Hukum kepada Ir. Soekarno, namun pada waktu itu juga Soekarno menolak disebut sebagai Pencipta Pacasila karena Pancasila telah tergurat pada jiwa bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala. Untuk sekedar mengetahui gambaran tentang pendapat yang berbeda ini, marilah kita  lihat sepintas pendapat-pendapat tersebut:
  1. Pendapat Prof. Sudiman Kartohadiprodjo, S.H. dalam buku beliau Pantjasila dan/ dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain berpendapat:……..Pertama-tama kita hendak kemukakan bahwa kalau kita (Bangsa Indonesia) hingga kini berbitjara tentang Pantjasila, maka jang kita maksudkan adalah tidak lain dari pidato Ir. Soekarno jang diutjapkan pada tanggal 1 Djuni 1945, dan bukan Pantjasila dari almarhum NEHRU atau Lima Pokok yang disebut almarhum Muh. Yamin dalam pidatonja pada tanggal 29 Mei 1945.
  2. Pendapat Dr. Moh. Hatta, dalam pidato beliau pada penerimaan Gelar DOKTOR HONORIS CAUSA dalam Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia tanggal 30 September 1975 antara lain berpendapat:……….Seperti kita diketahui, Pancasila lahir tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang panitia Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan, sebagai jawaban atas Dr. KRT Radjiman Wedidiodiningrat. Pertanyaannya itu ialah: Negara Indonesia Merdeka yang akan kita bentuk apa dasarnya?. Kebanyakan anggota panitia tidak mau menjawab pertanyaan itu. Mereka khawatir perdebatan tentang itu akan berlarut-larut menjadi diskusi filosofis. Mereka memusatkan pikirannya pada soal Pembentukan Undang-Undang Dasar. Salah Seorang yang menjawab pertanyaan itu ialah Bung Karno (Ir. Soekarno) dalam suatu pidato yang berapi-api yang lamanya satu jam. Dasar yang dikemukakannya disebut Pancasila.
  3. Pendapat Dr. H. Roeslan Abdulgani, dalam pidatonya di Dies Natalis ke XXI Universitas HKBP Nomensen pada tanggal 11 Oktober 1975 antara lain menyatakan:…….Penggalinya adalah Bung Karno dengan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam Sidang Panitia Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan, Bung Karno tidak hanya menggali saja Lima Mutiara itu, melainkan merangkainya dalam suatu kesatuan “Weltanschauung” atau “Philosophische Grondslag”, dan yang beliau usulkan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yang akan lahir.
  4. Pendapat Prof. A.G. Prianggodigdo, S.H. dalam ceramah beliau yang berjudul “Sekitar Pancasila” antara lain beliau berkata:………Maka saya memberanikan diri untuk menarik kesimpulan bahwa 1 Juni 1945 bukan hari lahirnya Pancasila, tetapi hari lahirnya istilah Pancasila. Sebab Pancasila sendiri sudah ada beberapa abad yang lalu, sehingga sekarang tentu tidak mungkin lagi menentukan lahirnya Pancasila.
  5. Pendapat Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, dalam bukunya yang berjudul Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara antara lain menyatakan:……Dari kesemuanya itu saya berkesimpulan, bahwa penggali-penggali utama dasar negara Republik Indonesia adalah Muhammad Yamin, Supomo dan Bung Karno (menurut urutan kronologisnya). Dengan demikian saya mencapai kesimpulan yang sama dengan Prof. Mr. Sunario di dalam rangka Panitia Lima, bahwa Bung Karno adalah salah seorang penggali Pancasila Dasar Negara.
Dari uraian para ahli diatas sampai sekarang belum ada ketentuan resmi yang menegaskan tentang kapan hari lahirnya Pancasila, bahkan dengan dikarangnya buku Prof. Nugroho Notosusanto mengundang polemik yang hebat dikalangan Sejarawan maupun sarjana dari berbagai disiplin ilmu di surat-surat kabar tahun 1981.
Yang  jelas tanggal 18 Agustus 1945 adalah hari lahirnya Pancasila secara Yuridis, karena pada tanggal tersebut PPKI mensahkan Pembukaan UUD (yang berisi Pancasila didalamnya) dan Batang Tubuh Undang-Undang NKRI, yang kemudian terkenal dengan nama UUD 1945. Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jendral Besar Terauchi Panglima Tertinggi Bala Tentara dari Nippon di Asia Selatan, menyetujui akan dibentuknya PPKI (Dokuristsu Zyumbi inkai) untuk seluruh Indonesia yang direncanakan dibentuk pada pertengahan bulan Agustua. Pada tanggal 9 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat menghadap kepada Jendral Terauchi di Saigon (sekarang bernama Ho Chi Minh) untuk menerima sendir keputusan tersebut Ir. Soekarno diangkat sebagai Ketua dan Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai Wakil Ketua dengan anggota sebanyak 19 orang, yaitu:
  1. Prof. Dr. Soepomo
  2. Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat
  3. RP. Soeroso
  4. M. Sutardjo Kartohadikoesoemo
  5. KH. A. Wahid Hasyim
  6. Ki Bagus Hadikusumo
  7. R. Oto Iskandar Dinata
  8. Abdul Kadir
  9. Soejohamidjojo
  10. BPH. Poeroebojo
  11. Yap Tjwan Bing
  12. Latuharhary
  13. Dr. Amir
  14. Abd. Abbas
  15. Moh. Hassan
  16. AH. Hamidan
  17. Ratulangi
  18. Andi Pangeran
  19. Gusti Ktut Pudja
Kemudian setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, PPKI anggotanya ditambah atas tanggung jawab pribadi Ir. Soekarno dengan enam orang yang dapat mewakili seluruh Indonesia, yaitu:
  1. Wiranatakusumah
  2. Ki Hajar Dewantara
  3. Mr. Kasman
  4. Sajuti Melik
  5. Mr. Iwa Kusuma Sumantri
  6. Mr. Subardjo
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia, maka pada tanggal 18 Agustus 18 Agustus 1945 PPKI mensahkan Pembukaan UUD yang diambil dari Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan, mensahkan Batang Tubuh UUD yang diambil dari rancangan Hukum Dasar, dan memilih serta mengangkat Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta masing-masing sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama RI.
Dalam sejarah ketatanegaraan RI, UUD proklamasi yang terkenal dengan nama UUD 1945 berlaku dari 18 Agustus 1945 sampai tanggal 27 Desember 1949 sebab sejak tanggal tersebut bentuk negara kita berubah dari Negara Kesatuan menjadi Negara Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan menggunakan Undang-Undang Dasar yang lain yang dinamakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) yang didalam Preambule-nya terdapat kelimat yang dinamakan Pancasila meskipun dengan rumusan yang berbeda. Syukurlah Negara Serikat atau Federal ini berumur sangat pendek, karena memang sejak Sumpah Pemuda dikumandangkan tahun 1928 bangsa indonesia menghendaki Negara Persatuan dan Kesatuan. Maka pada tanggal 17 Agustus 1950, mengumumkan bahwa kita kembali menjadi NKRI dan menggunakan KRIS dengan menghilangkan sifat federalnya menjadi UUDS 1950. Didalam UUDS 1950 inipun terdapat lima kalimat yang dinamakan Pancasila, yaitu rumusnya sama dengan rumusan yang terdapat dalam KRIS.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden Soekarnao tanggal 5 Juli 1959, maka UUD 1945 yang sejak tanggal 17 Agustus 1950 tidak tidak jelas statusnya, kembali berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, sehingga sejak saat itu sampai sekarang “Pancasila” yang resmi adalah seperti yang tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya Instruksi Presiden Soeharto Nomor 12 tanggal 13 April 1968 yang menyatakan bahwa Pancasila yang sah dan resmi adalah yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Namun perlu diingat bahwa kata “Pancasila” tidak tercantum tertulis dalam setiap UUD yang pernah berlaku, kecuali pada waktu diusulkan oleh Ir. Soekarno. Menurut Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, nama Pancasila itu telah terkokoh dalam sanubari seluruh rakyat Indonesia sehingga tidak ada masalah.


TEMPAT PANCASILA
Pancasila yang dimilik bangsa Indonesia ini sedemikian dalam mengakar pada setiap bidang kegiatan kehidupan bangsa, sehingga dapat juga digunakan sebagai dasar untuk mengatur negara. Hal ini terbukti bahwa sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sampai sekarang, kita telah menggunakan tiga buah UUD yang berlainan, namun setiap UUD tersebut tetap mencatumkan Pancasila dalam Pembukaan/Preambule-nya, meskipun dengan rumus yang berbeda.
Tempat Pancasila secara formal terdapat pada:
  1. Pembukaan UUD 1945, alinea ke IV: “…….maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia………”
  2. Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949, alinea ke III: “……….maka demi  ini kami  menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik Federasi, berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial…….”
  3. Mukadimah UUDS-1950, alinea ke VI: “………maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik Indonesia, berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial……..”

RUMUSAN PANCASILA
Meskipun secara Yuridis kita berpegang kepada Rumus Pancasila dalam pembukaan UUD 1945, namun secara hirtoris dapat dikemukakan rumus yang berlainan sejak adanya sidang pertama BPUPK, sebgai berikut:
  1. Rumus dari Mr. Muh. Yamin yang dikemukakan beliau pada tanggal 29 Mei 1945 di muka sidang BPUPK mengenai “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yaitu: (1) Peri Kebangsaan, (2) Peri Kemanusiaan, (3) Peri Ketuhanan, (4) Peri Kerakyatan, (5) Kesejahteraan Rakyat. Kelima materi ini tidak diberi nama, dan pidato ini telah dipersiapkan lebih dahulu secara tertulis.
  2. Rumus dari Prof. Dr. Mr. Soepomo yang dikemukakan beliau pada tanggal 31 Mei 1945 dimuka sidang BPUPK mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka,yaitu: (1) Persatuan, (2) Kekeluargaan, (3) Keseimbangan lahir dan batin, (4) Musyawarah, (5) Keadilan rakyat. Kelima materi ini tidak diberi nama dan pidato ini ini juga telah dipersiapkan secara tertulis.
  3. Rumus dari Ir. Soekarno, yang dikemukakan beliau di muka sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945 dengan judul Dasar Indonesia Merdeka,yaitu: (1) Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan, (3) Mufakat atau Demokrasi, (4) Kesejahteraan Sosial, (5) Ketuhanan Yang Maha Esa. Kelima materi ini diberi nama oleh beliau “Pancasila” dan merupakan pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis, melainkan secara sponta dan lisan selama satu jam dengan pidato yang menarik.
  4. Rumus dari “Piagam Jakarta” tanggal 22 Juni 1945, sebagai hasil karya panitia Sembilan: (1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  5. Rumus dari ” Pembukaan UUD 1945″, yang disahkan PPKI tanggal 8 Agustus 1945: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusian yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permuswaratan/perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
  6. Rumus dari ” Mukadimah Konstitusi RIS 1949 ” dan rumusan dari ” Mukadimah UUDS 1950 “: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Peri Kemanusiaan, (3) Kebangsaan, (4) Kerakyatan, (5) Keadilan Sosial.
Karena adanya rumus yang berlainan tersebut, maka sesudah terjadinya G. 30 S/PKI tahun 1965, sering ditemui rumus yang dicampuradukkan, misalnyaK:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Kebangsaan
  4. Demokrasi
  5. Keadilan Sosial
Kadang-kadang urutan-urutan dari sila-sila Pancasila diputarbalikkan, sehingga untuk menertibkan rumus ini keluar Instruksi Presiden Soeharto No. 12 tahun 1968 yang menetapkan bahwa rumus Pancasila yang benar dan sah ialah seperti tencantum dalam Pembukaan Undang-Undang dasar 1945. Dengan telah keluarnya Instruksi Presiden No. 12 tahun 1968 ini, maka tidak ada lagi keraguan-keraguan tentang rumus Pancasila yang benar dan sah.

Pada malam menjelang 1 Juni 1945, Soekarno keluar dari rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta, dan menengadahkan wajahnya ke langit. Malam itu ribuan bintang bertebaran di langit dan proklamator Indonesia itu tiba-tiba merasa dirinya adalah sosok kecil yang dhaif. Pada kesempatan itulah, Soekarno merasa pundaknya dibebani pertanggungjawaban yang amat berat, terutama karena esok harinya ia mesti berpidato soal dasar negara Indonesia.
Malam itu, dengan segenap kerendahan budi, Soekarno meminta petunjuk pada Tuhan tentang ihwal apa yang mesti disampaikannya esok di hadapan anggota Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Setelah doa itu, Soekarno merasa mendapat petunjuk atau ilham yang menyuruhnya menggali dasar negara itu dari bumi Indonesia sendiri. Kelak, pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 itu akan tenar sebagai Hari Lahir Pancasila.

Pancasila Lambang Negara

Kalian pasti tahu garuda Pacasila. Yaitu adalah lambang negara kita Indonesia.
Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno. Garuda merupakan burung dalam mitologi Hindu, sedangkan Pancasila merupakan dasar filosofi negara Indonesia.
Makna:
Burung Garuda melambangkan kekuatan 
Warna emas pada burung Garuda melambangkan kejayaan 
Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia
Simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila, yaitu:
·  Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa (sila ke-1)
·  Rantai melambangkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (sila ke-2)
·  Pohon Beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia (sila ke-3)
·  Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan (sila ke-4)
·  Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (sila ke-5) 
·  Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti berani dan putih berarti suci
·  Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa
·  Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
  • Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
  • Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
  • Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
  • Jumlah bulu di leher berjumlah 45
·  Pita yg dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti "walaupun berbeda beda, tetapi tetap satu".


Minggu, 29 Mei 2011

krakatau lampung

Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana yang, karena letusan pada tanggal 26-27 Agustus 1883, kemudian sirna. Letusannya sangat dahsyat dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.
Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.






 by: suparjo rustam